Sejak mengambil alih kekuasaan pada 2011, Kim Jong Un telah memimpin Korea Utara melalui masa yang penuh tantangan, baik secara domestik maupun internasional. Dinamika politik di bawah kepemimpinannya ditandai oleh penguatan kontrol internal, peningkatan program nuklir, dan usaha membangun citra internasional Korea Utara, meskipun tetap terisolasi secara ekonomi dan diplomatik.
- Penguatan Kekuasaan
Setelah kematian ayahnya, Kim Jong Il, banyak yang meragukan kemampuan Kim Jong Un untuk mempertahankan kontrol atas negara. Namun, dia dengan cepat mengonsolidasikan kekuasaannya melalui serangkaian langkah drastis. Kim tidak segan-segan menyingkirkan para pejabat senior, termasuk eksekusi pamannya, Jang Song-thaek, pada 2013, yang dituduh sebagai pengkhianat. Langkah ini menunjukkan bahwa Kim siap melakukan tindakan tegas untuk mengamankan posisinya sebagai pemimpin tertinggi.
Selain itu, ia melakukan rotasi jabatan di lingkaran elite militer dan partai, memastikan loyalitas penuh dari mereka yang ada di sekitarnya. Ini memperkuat posisinya sebagai pemimpin tanpa tantangan internal yang signifikan.
- Program Nuklir dan Kebijakan Militer
Salah satu aspek paling menonjol dari kepemimpinan Kim Jong Un adalah komitmennya terhadap program nuklir. Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba nuklir dan rudal balistik antar-benua, meningkatkan ketegangan dengan komunitas internasional. Kim menegaskan bahwa senjata nuklir adalah “pedang keadilan” yang melindungi Korea Utara dari ancaman luar, terutama dari Amerika Serikat dan sekutunya.
Program ini juga digunakan sebagai alat untuk memperkuat posisi politiknya di dalam negeri. Dengan menghadirkan Korea Utara sebagai kekuatan militer yang tangguh, Kim mencoba membangun citra sebagai pemimpin yang mampu melindungi negara dari musuh asing.
- Pembenahan Ekonomi yang Terbatas
Secara ekonomi, Kim Jong Un mewarisi negara yang sangat tertutup dan bergantung pada bantuan internasional. Namun, sejak awal pemerintahannya, Kim telah mengisyaratkan keinginan untuk meningkatkan perekonomian. Ia memperkenalkan reformasi terbatas, memungkinkan pasar informal berkembang dan memberikan lebih banyak otonomi kepada pabrik serta petani dalam pengelolaan sumber daya mereka. Meski demikian, reformasi ini sangat terbatas dan tidak menyentuh sistem kontrol ekonomi sentral yang menjadi ciri khas Korea Utara.
Sanksi internasional yang diterapkan sebagai respon terhadap program nuklir Korea Utara juga memperburuk situasi ekonomi. Meski ada kemajuan di beberapa sektor, seperti industri pariwisata yang coba dipromosikan di area seperti Wonsan, sebagian besar rakyat Korea Utara tetap hidup dalam kemiskinan.
- Diplomasi dan Hubungan Internasional
Di bidang diplomasi, Kim Jong Un mengambil langkah berani dengan menggelar pertemuan bersejarah dengan para pemimpin dunia. Pertemuan puncak dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2018 dan 2019 merupakan momen penting dalam hubungan antara Korea Utara dan Amerika Serikat. Meskipun tidak ada kesepakatan substantif yang dihasilkan dari pertemuan ini, langkah tersebut menandai perubahan dalam pendekatan Korea Utara terhadap diplomasi internasional.
Selain hubungan dengan Amerika Serikat, Kim Jong Un juga menjaga hubungan yang rumit dengan China, sekutu tradisional Korea Utara. Meskipun ada ketegangan terkait program nuklir, China tetap menjadi mitra ekonomi penting bagi Korea Utara, terutama di tengah sanksi internasional yang semakin ketat.
- Kebijakan Dalam Negeri
Kepemimpinan Kim Jong Un juga ditandai oleh pengawasan ketat terhadap media dan kebebasan berpendapat. Pemerintah terus menggunakan propaganda untuk membangun kultus individu di sekitar Kim, menggambarkannya sebagai pemimpin yang penuh kebijaksanaan dan karisma. Informasi dari luar negeri sangat dibatasi, dan warga negara yang mencoba melarikan diri atau menyebarkan informasi dari luar dapat menghadapi hukuman berat.
Selain itu, Kim telah menunjukkan minat pada teknologi dan modernisasi infrastruktur. Proyek-proyek besar, seperti pembangunan kawasan rekreasi dan peningkatan standar hidup di Pyongyang, dilakukan sebagai upaya untuk menunjukkan modernitas dan kemajuan di bawah kepemimpinannya, meskipun hal ini lebih banyak dinikmati oleh elite kota dibandingkan mayoritas rakyat di pedesaan.
Kesimpulan
Dinamika politik Korea Utara di bawah Kim Jong Un mencerminkan perpaduan antara otoritarianisme ketat, pengembangan program nuklir yang berisiko, dan diplomasi yang terkadang mengejutkan. Meski negara tetap terisolasi secara ekonomi dan mengalami tekanan internasional, Kim berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya dan memperkuat posisi Korea Utara di panggung global. Tantangan ke depan tetap besar, baik dari sisi ekonomi yang terbatas maupun ancaman sanksi lebih lanjut, namun Kim Jong Un tampaknya terus menegaskan dirinya sebagai pemimpin yang tidak bisa diabaikan oleh dunia internasional.